Jumat, 04 Januari 2013

Cerita Rakyat Buah Kecerdikan


Dahulu di Ngkeran ada seorang raja bernama Wan Periedede. Raja tersebut terkenal kaya raya. Baginda juga terkenal adil dan bijaksana. Kepada rakyatnya pun raja amat pemurah. Raja mempunyai tiga orang adik. Nama adik baginda itu Tara, Tare, dan Taru. Seluruh rakyat sangat hormat pada raja yang bijaksana itu. Suatu hari raja jatuh sakit. Tak lama kemudian, baginda meninggal. Raja meninggalkan seorang istri yang masih muda, serta dua orang putri, yaitu Periedende dan Periedendu.
Pada upacara pemakaman raja, tampak rakyat berbondong-bondong kepemakaman. Hari berduka negeri berlangsung beberapa hari lamanya.
Seluruh upacara duka ini diserahkan permaisuri kepada Tara, adik suaminya. Pada malam terakhir upacara berduka, Tara menyampaikan pidato sambutan. Isinya antara lain, mengucapkan terimakasih kepada seluruh pejabat dan rakyat.
Dalam pidatonya, Tara juga menyampaikan pengumuman kepada seluruh hadirin bahwa sebagai penggati abangnya, dia akan melanjutkan pemerintahan.
Pada suatu hari, Tara mengundang Tare, Taru dan kakak iparnya janda almarhum raja, abangnya. Dalam pertemuan itu, Tara mengatakan kepada kakak iparnya agar barang perhiasan, permata, uang yang ditinggalkan abangnya diserahkan kepada Tare. Ini semua dianjurkan mengingat kalau-kalau nanti ada pencuri atau perampok yang bermaksud jahat.
“Sawah dan ladang sebaiknya diserahkan saja kepada Taru,” kata Tara
“Biarlah dia yang mencari orang yang akan mengerjakannya.”
“Adapun mengenai padi di lumbung dan harta lainnya yang kakak simpan di rumah, serahkan kepada saya. Saya akan mengurus supaya lebih aman,” kata Tara kepada kakak iparnya.
Mendengar itu semua ,janda raja terkejut. Segala kebijaksanaan adiknya seperti bertentangan dengan dirinya sendiri. Namun, bila di tolak ia khawatir akan terjadi pertentangan. Boleh jadi ia akan dipulangkan ke kampungnya, sedangkan ia sangat sayang kepada dua putrinya, Periedende dan Periedendu.
Selama beberapa bulan saja memerintah, Raja Tara sudah tampak berbeda dengan abangnya almarhum. Tara serakah akan kekeuasaan dan harta. Kehidupan rakyat mulai susah. Rakyatpun mulai merasa tak senang kepada Tara.
Kehidupan kakak ipar dan kedua anaknya pun tak diperhatikan Raja Tara. Malah mereka ditempatkan ditempat pengasingan.
Ketika persedian perbekalan ditempat pengasingan sudah habis, kakak iparnya datang kerumah adik-adiknya. Ia menceritakan bahwa persediaan makanan sudah habis. Ia mengharapkan bantuan dari adik-adiknya.
Janda almarhum diterima adikya dengan muka masam. Dia hanya diberi sedikit bahan makanan dan disuruh pulang kedusun pengasingannya.
Pengalaman yang menyedihkan itu diceritakan kepada kedua anaknya. Mendengar cerita itu mereka, Periedende dan Periedendu ikut berduka.
Tempat pengasingan mereka berada di tengah hutan. Tak jauh dari tempat itu ada sungai bernama Lawe Alas. Dulu mereka sering mandi dan kadang-kadang mencari ikan di Lawe Alas. Namun, sejak harimau mulai mengganas, mereka mereka tak berani lagi turun kekali. Penggembala kerbau, lembu, kambing dan biri-biri pun tak berani lagi menggembalakan ternak mereka.
Demikianlah binatang buas semakin hari semakin merajalela. Hewan ternak tambah lama tambah sedikit. Sawah dan ladang pun sudah banyak yang ditinggalkan orang. Karena dihantui rasa takut, rakyat mengurung diri dalam rumah. Persedian makanan yang ada semakin hari semakin tipis.
Melihat dan merasakan ini semua rakyat mulai marah kepada Raja Tara. Terutama rakyat melihat Raja Tara tak mampu mengatasi kesulitan yang menimpa kerajaan.
Sama dengan diseluruh kerajaan rakyat menderita, begitu pula nasib keluarga Periedende. Meminta pada keluarga raja tak memungkinkan lagi karena keluarga raja tak bersedia memberikan bantuan.
Pada suatu hari, ibu periedende memutuskan untuk pergi ke tempat abangnya di Terutung Payaung. Ia disambut dengan baik. Semua pengalaman setelah ia ditinggal almarhum diceritakan kepad keluarga abangnya itu. Mendengar cerita ibu Periedende, semua yang mendengar merasa sedih.
Ketika akan pulang sore harinya, ia dibekali bahan makanan secukupnya. Semua cerita mereka ini didengar oleh seekor harimau yang sedang kelaparan karena hariamau itu sudah lama tak memperoleh mangsa.
Buru-buru harimau itu pergi kerumah ibu Periedende, ingin menerkam kedua anak yang tinggal di tempat itu. Dipintu rumah, harimau mengetuk. Lalu memanggil nama kedua anak itu. Karena mendengar suara itu agak asing kedua anak itu tak buru-buru membuka pintu.
Kedua anak itu sedang memasak diatas tungku. Mereka hanya merebus air karena tak ada makanan lain yag dimasak.
Sementara itu dari celah dinding anak itu sempat mengintip. Ternyata yang mengetuk adalah harimau.
Air yang sudah mendidih diangkat kedua anak itu kedekat pintu. Lalu mereka mengatakan pintu sudah dibuka tapi tolong didorong dari luar. Begitu pintu terbuka, air mendidih ditumpahkan ke muka harimau. Karena kepanasan, harimau pun mati.
Saat ibu Periedende dan abangnya tiba, mereka terkejut. Mereka melihat tubuh harimau tergelak di bawah rumah. “Pasti kedua anakku sudah dimakan harimau ini,” pikirnya dalam hati.
Ia mencoba memanggil nama anak-anaknya.
Mendengar suara sang ibu,kedua anak itu segera melompat kepintu. Mereka merasa gembira karena telah bertemu kembali dalam keadaan selamat. Kedua anak itu menceritakan apa yang terjadi selama ditinggalkan ibu mereka.
Cerita keberanian Periedende tersiar keseluruh kerajaan. Mendengar itu, semua orang mendesak agar Raja Tara turun tahta dan digantikan oleh Periedende yang berani.
Usul rakyat tak dapat dipenuhi Periedende karena ia masih kecil. Lagipula ia perempuan.
“Tidak apa kerajaan diperintah Raja Tara. Asalkan kehidupan rakyat jangan diabaikan,” kata Periedende. Sejak itu, Raja Tara memerintah dengan baik. Harta benda kakak iparnya dikembalikan sehingga Periedende dan ibu serta adiknya hidup bahagia. Kehidupan di seluruh kerajaan pun mulai berangsur pulih kembali.
Demikian kecerdikan kedua anak itu dalam membunuh harimau dianggap sebagai kemampuan yang luar biasa. Ini perlu kita teladani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar